Impresi harian Yamaha XSR 155 (1) : Jangan terkecoh penampakan fisiknya

Pagi masbro..

Kali ini, ada motor yang punya tampilan rada unik dan nyeleneh yang mampir ke garasi saia. Bila sebelumnya, motor yang saia ulas dan review, genre-nya antara lain skuter matik, sport fairing atau malah sport naked, kali ini rada beda. Punya tampilan klasik, yah, bisa dibilang ala-ala motor jadul namun modern. Nah loo

Adalah sesosok Yamaha XSR 155, yang merupakan unit testride dari PT Roda Sakti Surya Megah, distributor sepeda motor Yamaha untuk area Malang, Jember dan Nusa Tenggara.

XSR 155 berkelir hitam doff kombinasi silver ini, menemani saia selama beberapa hari beraktifitas. Dan impresinya bagaimana?

Awal nyemplak nih motor, eh, rada kaget. Otak yang biasanya terpaku, bahwa motor dengan tampilan ala-ala retro klasik kan biasanya rendah, minimal sama-lah tingginya dengan motor lain. Meski sudah pernah menjajal 1 putaran saat launching di Malang beberapa waktu lalu, tetap saia kudu beradaptasi ulang. Dengan spesifikasi tinggi badan/berat 183 cm dan 80 kg, saat menunggang XSR 155, ternyata bisa dibilang pas.

Nah, berarti tinggi dong, si XSR 155 ini? Betul. Jangan salah dan tertipu dengan penampakan nih motor. Dari spesifikasi, tinggi jok XSR ke tanah, memang mencapai angka 81 cm. Lumayan tinggi. Saat saia posisikan berdiri mengangkangi motor dengan kaki lurus menapak tanah, hanya tersisa sedikit saja jarak jok ke area bokong.

Jok model retro dengan dibungkus material warna coklat motif garis-garis oldies ini, cukup nyaman diduduki, meski terasa rada keras. Yah mungkin, imbas dari ketebalannya yang rada tipis. Kayaknya, kalau ditambah busa empuk, lalu dilapis ulang, bakal ganteng dan lebih nyaman. Lanjut meraih setang, weh. Setangnya, berasa model fatbar kayak kepunyaan MT-25 atau Byson nih. Lebar rada baplang, dengan tekukan minim. Walhasil, ketika diraih dan digenggam, tangan kudu melebar, terpentang gitu. Diimbuhi, jarak jok dengan setang yang lumayan, mengharuskan posisi badan rada condong kedepan. Posisi berkendara, menyesuaikan tinggi badan sih. Dan untuk posisi kaki, ternyata rada mundur nih, saat diinjakkan pada footstep. Ini gegara, model footstep ala-ala motor sport, yang posisinya rada mundur dan bermodel 1 tuas. Gigi 1 diinjak, 2 dan seterusnya diungkit atau dicungkil.

Rodanya, kekar banget. Apalagi dipasangkan ban dengan model motif dualpurpose, weh, gagah. IRC Trailwinner, ukuran 110 didepan, dan ukuran 140 di roda belakang. Klop dengan  masing-masing roda dipasangkan rem cakram. Btw, jadi pingin nih, pakai ban model ginian ke si bleki, hehehehe. Sabarrrr

Dan makin bikin kekar kaki-kaki, adalah sokbreker depannya yang menggunakan model terbalik, upside down. Diameternya gede, 37mm sama persis dengan kepunyaan R15 V3. Kelirnya dipaskan dengan karakter retro, yaitu hitam. Iya sih, nggak klop kalau pake USD kelir emas, bling-bling banget

Akomodasinya, layaknya motor sport atau motor laki, jelas bagasi nggak ada. Ketika membawa bawaan semisal jas hujan, bisa sih diselipkan ke bagian sabuk jok, dengan syarat rada tipis. Sementara bagian bawah jok, nyaris nggak ada ruang kosong tersisa. Area bawah jok ini, berisi perangkat elektronik dan kelistrikan XSR, seperti ECM, relay-relay, aki dan perangkat kelistrikan lain. Coba nyari celah untuk memasukkan kain lap mikrofiber saja nggak muat.

Panel dasbor, minimalis dengan satu MID (multifunction indicator display) berbentuk bulat, persis di tengah setang, nemplok diatas headlamp. Si dasbor ini, ternyata kumplit markotop. Yang terlihat awal hanya indikator putaran mesin/RPM yang berbentuk bar melingkar. Sementara di bagian bawah, indikator BBM, dengan model sama namun lebih pendek. Di sisi tengah, panel utama penunjuk kecepatan digital, dan dibawahnya adalah tampilan panel multifungsi. Dengan menekan tombol disamping spidometer ini, beragam info ditampilkan sesuai kebutuhan, Odometer, posisi gigi persneling, tripmeter A, tripmeter B, jam, konsumsi BBM rata-rata perliter, BBM per kilometer, semua lengkap tersaji dan ditampilkan bergantian sesuai keinginan. Mantap, komplit tenan..

Sementara, lampu indikator diletakkan di bagian paling bawah, meliputi lampu MIL, lampu netral, lampu sein kiri-kanan, dan lampu indikator suhu mesin.   Bai de wei, kecerahan alias kontras layar biru si panel dasbor ini, juga bisa disetel lho. Macam gadget tuh, tinggal atur kecerahan dengan tombol disampingnya. Dan asyiknya, meski berkendara siang hari, tetap jelas terlihat semua indikatornya.

Beres ketemu posisi duduk nyaman, pegang setang, dan coba nyalakan mesin. Hmm..tombol starter sekaligus merangkap engine cut-off bergaya moge yang nggak lagi dipencet, tapi digeser. Bremmm… mesin menyala halus. Getaran halus menyertai berderumnya suara knalpot yang kalem, nggak meledak-ledak ala motor retro modifikasi 😆

Meraih panel setang kiri, relatif mudah dioperasikan, mulai tombol klakson, saklar lampu jauh dekat, saklar lampu sein. Yang sedikit kurang nyaman, adalah tombol passing lamp atau tombol lampu dim. Posisinya, rada aneh menurut saia, karena justru rada mendongak. Alhasil, kalau mau ngedim, jari telunjuk harus bergeser posisi rada naik saat pindah posisi dari tuas kopling. Seandainya posisi tombol dim ini rada rendah, lebih enak dijangkau karena cukup disentuh saja pakai telunjuk, tanpa repot mencari-cari.

Coba tes jalan, masuk gigi 1, hmm..empuk koplingnya. Lepas kopling sambil naikkan putaran mesin, weh, responsif nih tarikannya. Padahal, imej motor dengan fisik retro, dan ban gambot kan pasti deh, akselerasi santai. Lha ini nggak. Galak di rpm awal, yang saia yakin dan percaya, gegara mesin 155 VVA yang kini perbandingannya nyaris square antara panjang langkah x diameter piston. Ukuran persis bore x stroke, adalah 58 x 58,7 mm

Pindah gigi 2, dan betot gas, wah, tetap responsif. Jadi gatel nih, hehehehe… Saat melibas jalan nggak rata, suspensi USD depannya, memang rada kaku, sementara monosok belakang, pas. Bisa jadi, memang mengejar sisi sportynya. Karakter suspensi yang rada keras, malah bikin handling stabil dan anteng. Dan yang diluar dugaan, dibuat nikung ala anak muda yang suka miring-miring gitu, XSR ini enak. Asli, sampeyan kudu coba sendiri. Padahal, lagi-lagi, model retro, ban gede tapak kasar yang biasanya kurang pas dengan jalan aspal, lha ini nggak. Pede nih, dipakai miring. Sayang, nyali ciut karena ingat motor pinjaman, hehehehe #eh

Performa lanjutan gimana?? Sabar, artikel selanjutnya ya… :mrgreen:

Semoga berguna

Leave a comment